Para Diplomat Bercelana Pendek di Negeri Samba

|

Para Diplomat Bercelana Pendek di Negeri Samba

Tak selamanya diplomat berparas tampan dan berdandan parlente. Ada kalanya ia berubah rupa. Bercelana pendek, mengenakan sepatu bola, dan punya liukan yang menawan.

Setidaknya ini yang terjadi di Brasil. Ya, Brasil. Salah satu negara dunia ketiga di Amerika Selatan yang kaya akan sumberdaya alam. Meski memiliki ekonomi terbesar ketujuh di dunia, penduduk kelima terbanyak, dan diberkahi dengan kekayaan alam, hanya ada satu yang diidentikkan dengan Brasil, yaitu sepakbola.

Layaknya kopi ataupun Berita Boladaya mineral lainnya, bagi Brasil sepakbola memang jadi komoditas tersendiri. Tanpa harus mengikuti aturan-aturan dalam teori permintaan and suplai, semua yang berhubungan dengan sepakbola Brasil pasti laku di pasaran.

Spontanitas, kecerdikan, ataupun kelihaian pemain-pemain Brasil dalam melewati lawan terlalu menarik untuk dilewatkan oleh para investor. Dan gaya permainan inilah yang telah mengangkat citra Brasil dalam tataran ekonomi global. Menjadi diplomat yang bersuara dan mewakili Brasil di pentas dunia.

Brasil Celeiro De Craques, Gudang Pemain Bola

Brasil adalah pemasok pemain-pemain berbakat, terutama untuk Eropa. Dunia internasional pun sudah mengakui kapasitas negara yang dipimpin oleh Dilma Rousseff ini untuk terus menerus melahirkan bakat-bakat baru.

Tapi kondisi ini baru-baru saja terjadi. Empat puluh hingga lima puluh tahun lalu, pemain sepakbola adalah aset, atau kekayaan nasional, yang tidak untuk diekspor. Para pemain berbakat hanya boleh bermain di Brasil dan tak diizinkan mengolah si kulit bundar di luar negaranya.

Setelah masuk dekade 70-an, sepakbola Brasil berubah rupa. Mereka lebih terbuka terhadap pasar internasional. Pada saat bersamaan, gaya permain Brasil yang khas, cerdik, dan spontan pun telah membuat dunia tertarik.

Keinginan banyak klub di seluruh dunia untuk memakai jasa para pemain Brasil pun disambut hangat oleh talenta-talenta negeri samba. Untuk mencari penghidupan yang lebih layak, dan untuk keluar dari jerat mafia sepakbola, banyak pesepakbola lalu memutuskan untuk pergi ke tanah rantau.

Memang, seperti sepakbola pada kebanyakan negara di dunia ketiga, sepakbola Brasil juga sarat akan carut marut dan mafia.

Keberadaan "preman", yang menyamar sebagai agen pemain, sedikit banyak menimbulkan polemik bagi para pesepakbola. Pasalnya, para mafia ini sering melakukan pungutan-pungutan liar, menahan sertifikat, atau pun melakukan pelanggaran-pelanggaran kontrak secara sepihak.

"Saya tak akan kembali lagi ke Brasil dengan tawaran berapa pun," ujar Ronaldo di Piala Dunia 1998, kala ditanyai wartawan tentang peluangnya mengakhiri karier di kampung halamannya. Meski pada akhirnya ia kembali bermain di Brasil, ucapannya kala itu bisa menjadi ilustrasi kekacauan yang terjadi di negaranya.

Atas dasar kondisi inilah para pemain Brasil memandang kesempatan bermain di luar negeri sebagai kemungkinan yang menarik. Suatu kesempatan untuk mencapai sebuah kemadirian finansial, membantu keuangan keluarga, dan juga mendongkrak prestise keluarga mereka di kampung halaman.

Maka, tak jarang banyak pemain berbakat Brasil yang bermain di liga gurem, semacam liga Kepulauan Faroe, Islandia, Albania, bahkan negara-negara Skandinavia.


Dari tabel di atas, terlihat bahwa pasca Piala Dunia 1994, eksodus pemain Brasil melonjak drastis. Perpindahan para pesepakbola Brasil ke luar negeri ini juga salah satu migrasi talenta terbesar sepanjang sejarah kontemporer.

Orasi di Lapangan Hijau

Dilihat dengan kaca mata pemain, eksodus ini menjadi satu pintu untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Tapi, tak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut mengurangi competitiveness liga domestik Brasil.

Sampai-sampai Franklin Foer dalam bukunya "How Soccer Explains the World" menyatakan, "Pada zaman Pele, pemain terbaik Brasil bermain di Brasil, dan oleh karena itu, penonton di selalu disuguhi permain-permain terdashyat di planet ini. Sekarang, teman-teman saya di Brasil yang paling gila bola sekalipun kesulitan menyebutkan nama-nama pemain dari klub ternama seperti Botafogo."

Memprihatinkan memang. Namun, bertaburannya para pemain Brasil di berbagai penjuru dunia toh menjadikan nama Brasil harum.


Meski para pemain ini merantau, mereka tetap memainkan gaya yang khas Brasil. Mereka tetap mengumpan dengan tumit, menggiring bola dengan cepat, menggoyang pinggul sebelum melewati lawan, serta tetap mempertunjukkan tendangan jungkir balik. Ekspresif dan penuh keriangan. Sebuah ciri yang tak dimiliki oleh negara lainnya.

Lihat saja Ronaldo manakala ia merumput di Eropa. Si Plontos ini tetap menunjukkan karakteristik Brasil. Ia mendobrak konsensus-konsensus kaku sepakbola Eropa. Ia membuktikan bahwa kekakuan dalam mengikuti pola-pola formasi tidak lebih penting dari spontanitas dan kecerdikan untuk mencetak gol.

Tengok pula bagaimana Ronaldinho yang berhasil menyihir dunia kala membela klub-klub Eropa macam Paris St Germain, Barcelona, ataupun AC Milan. Skill yang brilian, teknik olah bola yang di luar nalar, ataupun goyangan stepover-nya seakan bercerita pada kita bahwa begitulah awal mula perkembangan sepakbola di Brasil. Bahwa mereka yang berkulit hitam "terpaksa" menggabungkan capoeira dengan teknik dasar sepakbola agar mereka bisa bermain bola dan mengelabuhi si kulit putih (baca: Catatan Atas Lahirnya Futbolarte Brasil).


Pun begitu dengan Kaka. Ia adalah pemain kulit putih Brasil versi modern. Terpelajar, rendah diri, dan religius. Cerminan masyarakat kelas menengah Brasil. Saat bermain bola, Ricky selalu tampak elegan di tengah lapangan, selayaknya masyarakat kelas menengah. Tak hanya itu, ia juga punya visi yang tajam, mengisyaratkan pada kita semua bahwa sepakbola tak sekadar berlari dan menendang .

Tak urung, di balik eksodus besar-besaran pemain Brasil ke luar negeri, sebenarnya mereka sedang menunjukkan realitas sosial masyarakat Brasil kepada masyarakat dunia. Menunaikan tugas-tugas yang belum tentu tuntas dikerjakan oleh para diplomat Brasil.

Layaknya orator yang sedang berorasi di atas mimbar, para pemain ini sebenarnya sedang menjelaskan kepada dunia bagaimana rupa Brasil itu sebenarnya. Mereka memberi pengantar bagi kita semua tentang bagaimana wajah dan keindahan Brasil sesungguhnya.

Sebelum kita membuka buku sejarah nasional Brasil yang teramat tebal, sebelum kita dipusingkan untuk mengurus visa dan merogoh kocek kita dalam-dalam untuk pergi ke pedalaman Amazon, maka lihat dan maknailah gaya permainan timnas Brasil ataupun pemainnya. Pasalnya, mereka sedang bercerita kepada kita tentang negeri yang sangat mencintai keindahan.

Hal inilah yang menjadikan sepakbola di Brasil bukan sekedar olahraga semata, namun sebuah show yang memikat siapa saja yang menyaksikannya. Namun, pertunjukan yang dipersembahkan Brasil bukanlah pertunjukan dangkal macam opera sabun. Sebab, pertunjukan sepakbola Brasil adalah sebuah cerita tentang pergulatan sekumpulan anak manusia yang melawan kerasnya kehidupan di sebuah negara dunia ketiga.

Maka, jika Anda hendak tahu tentang Brasil, sepakbola adalah pintu masuknya. Karena, di dunia ini tak ada negara yang mendapat julukan Negara Sepakbola kecuali Brasil. Percayalah!


Berikan komentar jika Para Diplomat Bercelana Pendek di Negeri Samba ini menarik untuk disimak -





Kirim Komentar Anda:
Pembaca dapat mengirimkan komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar bukan merupakan pandangan, pendapat ataupun kebijakan Kami dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Pembaca dapat melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Kami akan menimbang setiap laporan yang masuk dan dapat memutuskan untuk tetap menayangkan atau menghapus komentar tersebut.