JK: Presiden Tidak Boleh Lebih Pentingkan Parpol
JK: Presiden Tidak Boleh Lebih Pentingkan Parpol - KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Republik
Indonesia, Jusuf Kalla, menilai seorang pemimpin negara memiliki batas
dalam mengurusi partai politik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
lanjut Kalla, harus memberikan contoh kepada bawahannya bahwa menjadi
pelayan publik berarti loyalitas parpol harus ditanggalkan.
"Ada
adagium bahwa jika sudah memimpin negara, maka loyalitas partainya harus
berakhir. Jika masih memimpin negara, maka dia tidak boleh mementingkan
partai daripada negara," kata Kalla di Universitas Indonesia, Depok,
Sabtu (9/2/2013). Kalla menambahkan, adagium tersebut adalah untuk
menghindari polemik yang timbul di publik jika Presiden lebih
mementingkan partai.
Bila timbul polemik publik, maka hal itu
menurutnya akan membuat jalan pemerintahan menjadi tidak sehat.
Perhatian pada rakyat tetap harus jadi prioritas utama. "Biasanya dulu
waktu zaman kami, ada kesepakatan kalau urusan parpol boleh diurus
malam-malam saja. Kalau siang tidak boleh urus partai, apalagi siang dan
malam," tutur mantan Wakil Presiden pada periode pertama SBY menjadi
Presiden ini.
Namun, Kalla meyakini Presiden SBY dapat membagi
tugas. Pasalnya, Presiden telah mengetahui peraturan yang melarang
pemimpin negara lebih aktif di dunia parpolnya. Belum lagi, Presiden SBY
juga yang pernah melarang menteri di kabinetnya aktif mengurus partai politik. "Beliau kan sudah
memberi peringatan kepada Menteri (untuk tidak aktif di parpolnya).
Beliau akan (menjadi) yang pertama taat (pada larangan itu)," ujar
Kalla.
Seperti diberitakan, Presiden SBY terlihat lebih mengurusi
Partai Demokrat daripada persoalan rakyat, setidaknya sepekan terakhir.
Bahkan dari luar negeri, konferensi pers pun digelar dengan porsi besar
untuk partainya. Belum lagi dari depan Kabah, pesan singkat yang
dikirimkan Presiden ke Tanah Air juga ditujukan kepada para petinggi
partainya.
Puncaknya, Jumat (8/2/2013), SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat memutuskan mengambil alih kendali
penataan dan konsolidasi partai itu. Seluruh jajaran partai bertanggung
jawab langsung kepada Majelis Tinggi. Anas Urbaningrum—meski tidak
dicopot dari kursi Ketua Umum dan Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai
Demokrat— diminta untuk fokus pada dugaan keterlibatannya dalam kasus di KPK.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik Demokrat "Terjun" Bebas