Enam bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melansir data yang
menggemakan kembali kecurigaan publik soal keberadaan kartel. Merujuk UU
Nomor 5 Tahun 1999, kartel adalah persekongkolan beberapa perusahaan
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang
atau jasa, atau disebut pula oligopoli.
Dari penyelidikan Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan
Ekonomi (LP3E) Kadin, importir yang menjalin sistem bisnis oligopoli itu
memperoleh keuntungan tak main-main.
Dari imbalan importasi dari negara asal bahan pangan yang diimpor
saja, mereka bisa mengantongi laba Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per
kilogram. Sehingga dalam setahun, ditambah kenaikan harga yang mereka
upayakan lewat penimbunan atau modus-modus lain, perkiraan kasar
keuntungan kartel pangan mencapai Rp 11,3 triliun.
Temuan Kadin
memperkuat laporan Komite Ekonomi Nasional (KEN) bulan lalu yang
menyatakan adanya sekelompok pengusaha menciptakan oligopoli bisnis
bahan pangan. Situasi tersebut terjadi karena kontrol pemerintah lemah
dan ada kebijakan kuota serta perizinan impor hanya untuk segelintir
pengusaha, akhirnya membuka celah bagi tumbuhnya kartel.
Ketua
LP3E Kadin Ina Primiana menyatakan pengambilan untung kartel
keterlaluan, bisa lebih sampai 30 persen. Hal itu tergambar dari harga
daging sapi di Indonesia yang saat ini berada di kisaran Rp 90.000.
Padahal di negara lain, contohnya Malaysia, daging serupa dijual cuma Rp
45.000.
"Dari perbandingan itu saja mudah untuk mengendus
keberadaan kartel, masak semua importir kita jual daging dengan harga
mahal," kata Ina beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Kadin, inilah enam bahan pangan yang kemungkinan besar telah dikuasai kartel pangan Tanah Air